Jampidum Setujui Penyelesaian Perkara Penganiayaan Pada Kejari OKU Secara Restorative Justice

oleh -706 Dilihat

Baturaja, penasriwijaya.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) mengumumkan penghentian penuntutan terhadap kasus penganiayaan dengan tersangka Novianti, berdasarkan Pasal 351 ayat (1) KUHP. Keputusan tersebut digelar bertempat di kantor Kejari OKU, dengan dihadiri Kepala Kejaksaan Negeri OKU Choirun Parapat dan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Erik Eko Bagus Mudigdho SH, dan juga dihadiri oleh Aspidum Kejati Sumsel, para Koordinator Kejati Sumsel, dan PLH Kasi Oharda, yang dipimpin oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sumsel, Kamis (23/11/23).

Pemaparan atau ekspose mengenai perkara penganiayaan Pasal 351 Ayat (1) KUHP yang melibatkan tersangka Novianti Binti Hasna Razali Nubis dilakukan secara virtual di hadapan Jampidum. “Menurut Erik Eko Bagus Mudigdho, penyelesaian perkara melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif yang dilakukan Kejari OKU adalah bukti keterlibatan negara dalam memberikan humanisme dalam penegakan hukum, dan dengan tujuan menciptakan rasa keadilan di tengah masyarakat, “ucapnya.

Baca Juga :  Kejari OKU Berhasil Menyita Barang Bukti Dari 259 Perkara Di Tahun 2020

“Hari ini kita melakukan Restoratif Justice lagi di penghujung tahun 2023. Setelah pengajuan kita mendapat restu dari Jampidum Kejaksaan Agung RI,” ujar Erik.

Dirinya berharap bahwa pendekatan restoratif ini dapat memberikan rasa adil bagi kedua belah pihak yang terlibat konflik. Selain itu, ia berharap agar di masa depan, kedua belah pihak dapat hidup rukun dan damai tanpa mengungkit permasalahan yang telah terjadi. Dan “Diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan,” terangnya.

Baca Juga :  Kejari Muba Gelar Acara Dialog Interaktif Program Jaksa Menyapa Bertema Peran Kejaksaan Dalam PEN

Langkah ini menjadi pembuktian nyata bahwa penegakan hukum tidak hanya tajam ke bawah. Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa,” tegasnya.

Erik menjelaskan bahwa kasus restoratif yang diambil tindakan ini terjadi pada 23 April 2023, melibatkan konflik antara Nur’aini sebagai korban dan Novianti, bermula ketika korban mampir di Warung Herizal (Suami sah korban) dan mendengar perkataan tidak menyenangkan dari Novianti, istri pemilik warung.

“Terjadilah cekcok mulut antara Nur’aini dan Novianti. Lantaran terpancing emosi, Novianti melemparkan satu buah krat (tempat penyimpanan botol) sehingga mengenai paha sebelah kiri korban. Tersangka juga mengambil ember kosong dan melemparkannya ke arah korban, hingga korban terjatuh dan mengalami luka lecet pada wajah,” jelas Kasi Pidum.

Baca Juga :  Diduga Walikota Palembang Kangkangi Maklumat Kapolri Gelar Open House Gunakan Orgen LAAGI Laporkan Ke Kapolrestabes Kota Palembang

Setelah merasa teraniaya, korban melaporkan kasus tersebut kepada polisi. Melalui serangkaian penyidikan, perkara ini akhirnya dihentikan melalui pendekatan keadilan restoratif.

“Syarat untuk mendapatkan restoratif itu utama adalah adanya perdamaian di antara kedua belah pihak, dan perdamaian itu sudah dilakukan. Tersangka ini selama ini belum pernah menjalani hukuman.

Selain itu, adanya dukungan dari masyarakat melalui lurah setempat. Inilah yang menjadi pertimbangan kita mengajukan restoratif, dan alhamdulillah disetujui,” pungkasnya (PS@di)

Print Friendly, PDF & Email

No More Posts Available.

No more pages to load.